Membaca Perubahan Iklim dari Kacamata Media Indonesia: Krisis Nyata atau Hanya Isu Dunia?

 Dalam sepuluh tahun terakhir, topik perubahan iklim dan pemanasan global semakin sering menghiasi media Indonesia. Namun, pertanyaan pentingnya adalah bagaimana media membingkai kedua isu tersebut di mata publik, apakah berita yang disajikan menggerakkan masyarakat untuk bertindak atau justru membuat masalah ini terasa jauh dari keseharian mereka.

Sebuah penelitian terbaru menganalisis lebih dari 1.500 berita dari Kompas.com dan Detik.com yang terbit antara 2013 hingga 2022. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberitaan cenderung bersifat ilmiah, global, dan fokus pada institusi, sementara manusia jarang ditampilkan sebagai agen utama perubahan dalam isu ini.

Kajian tersebut menggunakan metode corpus-assisted ecolinguistics untuk melihat bagaimana bahasa media membentuk pemahaman publik tentang lingkungan. Dari analisis itu, muncul tiga gambaran utama, yakni perubahan iklim sebagai fenomena ilmiah, memiliki dampak global, dan tantangan mitigasi yang terpusat pada lembaga besar.

Dalam pembingkaian ilmiah, media sering memakai istilah teknis seperti ilmuwan, CO₂, emisi, dan suhu. Data numerik seperti kenaikan suhu rata-rata atau prediksi tahun sering ditampilkan, namun tidak selalu diikuti penjelasan siapa yang bisa bertindak mengatasinya.

Dampak perubahan iklim juga digambarkan secara luas terhadap alam dan satwa, mulai dari hutan hingga hewan-hewan di daerah kutub. Akan tetapi, manusia sering diposisikan sebagai korban yang pasif, bukan pihak yang dapat mengambil langkah pencegahan.

Solusi dalam berita lebih banyak dikaitkan dengan organisasi internasional seperti PBB, COP, atau kementerian tertentu. Sumber energi terbarukan memang disebut sebagai upaya, tetapi pelaku utama tetap digambarkan sebagai institusi, bukan individu.

Peneliti menilai media cenderung “menjinakkan” isu ini dengan menampilkannya sebagai masalah teknis yang ditangani oleh pakar. Strategi bahasa seperti nominalisasi dan kalimat pasif sering digunakan sehingga pihak yang bertanggung jawab menjadi samar.

Padahal, cara media menyampaikan informasi memengaruhi persepsi dan kesadaran publik. Jika pembingkaian terus bersifat pasif dan terpusat pada lembaga, masyarakat akan merasa tidak memiliki peran dalam solusi.

Rekomendasi penelitian ini adalah agar media menyoroti lebih banyak kisah aksi nyata dari komunitas dan individu. Dengan menampilkan contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, kesadaran publik bisa meningkat dan mendorong partisipasi kolektif.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama