Karding menekankan bahwa peluang ini harus dimanfaatkan secara maksimal agar penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) di Jepang meningkat. Fenomena penuaan penduduk di Jepang telah mengurangi tenaga kerja lokal produktif, sehingga membuka ruang bagi tenaga kerja asing. Hingga kini, total PMI yang berhasil berangkat lewat skema SSW baru sekitar 10.181 orang. Ia mengajak para pelaku usaha untuk memperluas akses pasar kerja di Jepang demi memperbesar angka penempatan.
Menurut Karding, keterlibatan Indonesia Business Council (IBC) menjadi strategis karena jejaringnya dapat membantu menjalin kemitraan dengan perusahaan Jepang. Namun, ia menggarisbawahi bahwa kualitas dan kompetensi pekerja menjadi faktor utama. Pelatihan terarah, sertifikasi resmi, dan penyelarasan standar keahlian dinilai penting agar PMI mampu memenuhi kriteria yang dibutuhkan industri Jepang.
Sebagai langkah konkret, P2MI bersama IBC menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) tentang kolaborasi strategis dalam memperkuat ekosistem penempatan tenaga kerja terampil. Kesepakatan ini mencakup peningkatan tata kelola, perluasan akses pasar global, pengembangan program pelatihan dan sertifikasi, solusi pembiayaan, hingga perlindungan menyeluruh bagi PMI sebelum, selama, dan setelah penugasan di luar negeri.
CEO IBC, Sofyan Djalil, menegaskan bahwa peluang tenaga kerja SSW di Jepang bukan hanya soal pengiriman pekerja, tetapi juga membangun citra Indonesia sebagai sumber talenta unggul di tingkat internasional. Ia menyoroti proyeksi kebutuhan 820.000 posisi di Jepang hingga 2029 sebagai peluang emas untuk memperkuat daya saing SDM Indonesia.
Sofyan menambahkan, tantangan besar yang dihadapi adalah memperkecil jarak ketertinggalan dari negara pesaing seperti Vietnam, yang saat ini menguasai 59 persen pangsa SSW Jepang. Sebaliknya, kontribusi Indonesia masih berada di angka 12 persen. Untuk itu, diperlukan kemitraan solid antara pemerintah, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lain.
Ia menekankan bahwa pekerja migran asal Indonesia harus dipersiapkan bukan hanya untuk siap bekerja, tetapi juga diakui sebagai tenaga kerja berkelas dunia. Dengan strategi ini, potensi ekonomi dan reputasi global Indonesia dapat meningkat signifikan.
Data IBC Institute menunjukkan, peningkatan penempatan PMI berpotensi menurunkan tingkat pengangguran nasional hingga 0,28 persen. Selain itu, devisa yang dihasilkan bisa mencapai Rp440 triliun apabila penempatan tenaga kerja diperluas 30 persen dan mencakup kategori medium-skilled.
Fenomena ini dinilai bukan sekadar peluang kerja, tetapi juga investasi jangka panjang bagi ekonomi nasional. Dengan SDM yang terlatih dan kompetitif, Indonesia dapat memperkuat posisinya di pasar kerja global.
Karding menutup pernyataannya dengan optimisme bahwa melalui kerja sama lintas sektor, target peningkatan jumlah dan kualitas PMI di Jepang bukan hanya dapat tercapai, tetapi juga memberi manfaat ekonomi besar bagi negara.